Kontroversi Sita Marital

Mahkamah Agung R.I dalam pandangan dan pendapatnya atas beberapa masalah teknis peradilan mengemukakan bahwa bahwa penggunaan istilah Sita Marital sedikit banyak mengandung kerancuan dan kontroversi dengan ketentuan pasal 31 undang-undang Nomor 1/1974. Pasal ini telah meletakan landasan filosofis terhadap hak dan kedudukan suami dan istri adalah sama dan seimbang dalam rumah tangga yaitu suami berkedudukan sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga, masing-masing pihak berhak melakukan tindakan hukum.

Pandangan ini sangat berbeda dengan apa yang digariskan dalam pasal 105 B.W., yang menetapkan kedudukan suami sebagai kepala dalam persatuan suami istri dan suami harus mengemudikan urusan harta kekayaan milik istri, setiap istri harus patuh kepada suami, suami boleh menjual harta bersama tersebut tanpa campur tangan pihak istri. Menurut Abdul manan pernyataan terhadap Sita Marital dalam kerangka undang-undang adalah nomor 1/1974 adalah kurang etis. Adapun istilah yang dianggap kurang pas dan cocok dengan pandangan filosofis undang-undang nomor 1/1974 adalah sita harta bersama dan ini sesuai dengan legal term sebagaimana tersebut dalam pasal 35 undang-undang nomor 1/1974 tersebut. Oleh karena itu penggunaan sita harta bersama perlu dibakukan menjadi agar menjadi law standard.
Suami seorang pemboros dan pemabuk atau penjudi. Namun demi kepentingan kejiwaan anak-anak istri tetap mencoba untuk mempertahankan keutuhan keluarga, dan tidak bermaksud memecah perkawinan dengan jalan perceraian.Dalam peristiwa yang demikian, apakah tidak layak memberi hak kepada istri memperlindungi harta harta kekayaan perkawinan dengan jalan mengajukan pemisahan harta tersebut ke pengadilan ?
Kalau menurut pasal 186 KUHPerdata, istri di perkenankan hukum untuk mengajukan pemisahan harta. Akan tetapi hal ini tidak di atur dalam UU No.1/1974 maupun dalam PP No.9/1975. Sehingga timbul anggapan, Sita Marital maupun pemisahan harta perkawinan merupakan upaya hukum yang bisa di pergunakan serentak dan sesudah keputusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.(sumber : hendariantolawfirm)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top